Halaman

Jumaat, 30 April 2010

Telah ku pilih jalan ini kerana KAU pemilik kunci hatiku.



“Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” [Asy-Syams: 7-10]

KAU pemilik kunci hatiku..
Wahai ALLAH tunjukkanlah kami jalan yang lurus..


Antara Dua Jalan
Yang mana satu pilihan anda?

Saya terdiam beberapa saat ketika membaca ayat tersebut untuk merenungkan makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga saya menemukan rahsia hidup di dalamnya dan mengetahui ketetapan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala tentang apa yang akan dihadapi oleh manusia dalam kehidupan ini; manusia akan diuji dengan dua kekuatan, dipengaruhi oleh dua pengaruh, dihadapkan pada dua jalan, ditarik oleh naluri kebaikan untuk mencapai ketinggian atau diseret oleh naluri kejahatan agar tercebur ke dalam kehinaan. Kerana demikian, manusia harus memohon bantuan daripada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala, meminta fatwa daripada hati nuraninya, menggunakan nikmat pendengaran, penglihatan serta akal fikiran, dan menjadikan kitab Al-Quran serta sunnah sebagai panduan, agar mendapatkan kemenangan di medan perjuangan.

Demikianlah Allah Subha Nahu Wa Ta’ala telah menetapkan bahawa manusia harus menghadapi dua kekuatan dan harus melakukan perjuangan di dua medan;


“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Ankabut: 69]

Ayat-ayat lain juga menyatakan;


“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan). Kerana itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.” [Al-Insan: 1-3]

“Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) daripada semesta alam.” [Al-Ankabut: 6]

Dalam Al-Quran banyak disebutkan bahawa kecenderungan manusia pada kejahatan adalah lebih kuat, tarikan naluri kejahatan lebih menarik, dan sifat-sifat kemanusiaannya lebih dominan. Akan tetapi manusia dapat mensucikan dirinya daripada hal-hal tersebut dengan selalu melakukan pembersihan, tazkiyah dan pengubatan. Ia dapat meninggikan jiwanya dengan melakukan mujahadah serta mensucikannya dengan keimanan dan amal soleh. Demikianlah yang telah dijelaskan oleh Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dalam beberapa ayat-ayatNya;


“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menepati kesabaran.” [Surah Al-Ashr]

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir; Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan solat, yang mereka itu tetap mengerjakan solatnya.” [Al-Maarij: 19-23]

“Sesungguhnya manusia itu sangat engkar (tidak berterima kasih) kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya.” [Al-‘Adiyat: 6-7]


“Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Ibrahim: 34]

“Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?” [Abasa: 17]

Di antara manusia ada yang dapat diperdaya oleh syaitan, dibuatnya lupa akan nilai-nilai kemanusiaannya, hingga ia tergelincir dan merasa tenang dalam kegelincirannya. Maka barang siapa yang tidak segera sedar daripada kelalaiannya atau melepaskan diri daripada belenggu syaitan yang mengikatnya, pasti ketentuan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala akan berlaku kepadanya dan ia akan pasti binasa bersama orang-orang yang celaka;


“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh Syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah ia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki sesungguhnya Kami tinggikannya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah.” [Al-A’raf: 175-176]

Di antara manusia ada yang ketika tergelincirnya, segera ingat kepada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala, hingga bangkit kebaikan dalam dirinya. Kemudian segera kembali kepada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala dengan taubat dan menyambung kembali apa yang diperintahkan olehNya dan membersihkan dosa-dosa yang lalu dengan ketaatan.


Allah Subha Nahu Wa Ta’ala mengetahui kelemahan yang ada di dalam diri manusia. Kerana itu, Allah Subha Nahu Wa Ta’ala memudahkan jalan jihadnya, membuka pintu taubat seluas-luasnya dan menyerunya dalam Kitab;

“Katakanlah: ‘Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa daripada rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepadaNya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)” [Az-Zumar: 52-54]

Itulah kelompok manusia yang hatinya tidak hanyut terbawa dan tidak terlena dalam lautan dosa; bila terlanjur melakukan durhaka, maka segera ingat, lalu bertaubat dan beristighfar kepada Allah Subha Nahu Wa Ta’ala. Tiada balasan bagi kelompok ini kecuali pengampunan dan pahala yang besar daripada Tuhannya.

-nasihat Imam Hassan Al Banna,

 “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan daripada Tuhan mereka dan syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” [Ali-Imran: 135-136]

Apabila manusia telah terbiasa melakukan jihad, menjadi perajurit terlatih yang selalu siap siaga menghadapi serangan kejahatan, terbiasa merasakan pengawasan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala, serta taubat dan istighfar kepadaNya, maka ia akan mampu menyedari bahaya dosa sebelum terjadinya, sehingga dapat mempersiapkan diri, dapat mengusir tipu daya syaitan, dan dapat masuk ke dalam kelompok orang yang dipuji oleh Allah Subha Nahu Wa Ta’ala di dalam ayatNya:


“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka ditimpa was-was daripada syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” [Al-A’raf: 201]

Sifat seperti itu akan semakin menguat dalam jiwanya, sehingga menjadi sebati dengan dirinya (malakah). Saat itu, syaitan berputus asa untuk menggodanya dan Allah Subha Nahu Wa Ta’ala memasukkannya kedalam penjagaan daripadaNya;

“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu (syaitan) terhadap mereka.” [Al-Hijr: 42]

Bahkan syaitan akan gementar, ketakutan dan lari menjauh saat melihatnya. Sungguh benar Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang telah berkata kepada Umar bin Khattab ra.; ‘Tidaklah syaitan melihatmu melewati satu jalan, kecuali ia akan lari menghindari kamu.”

Wahai saudaraku, inilah buah jihad melawan nafsu dalam medan kehidupan yang penuh dengan ujian, cubaan dan godaan ini. Lantas apakah yang akan kamu lakukan? Apakah kamu akan duduk bermalas-malas bersama orang-orang yang lalai, hingga akan hancur bersama mereka?

Atau kamu akan berjihad bersama orang-orang yang sedar, hingga kamu tercatat dalam buku catatan sebagai orang-orang yang berbakti? Hanya ada dua pilihan tempat, tidak ada pilihan ketiga.

“Adapun orang-orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri daripada keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).” [An-Naziat: 37-41]



Silalah memilih salah satu daripada pilihan untuk dirimu dan renungkanlah firman Tuhanmu!

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” [Asy-Syams: 9-10]
 
Beruntunglah mereka yang memilih perjuangan Islam dan meninggalkan perjuangan kebangsaan.
 
Semoga kalian telah memilih jalan kebenaran...InsyaALLAH.

-ikatlah ilmu dengan menulisnya..Akhi Firdaus.

Khamis, 15 April 2010

TARGET DAKWAH BERMULA DARI 2 ORANG SETAHUN ?


~TARGET DAKWAH~

"Saya tidak boleh nak bagi nasihat kepada dia,saya tidak mampu Akhi.Apa lagi yang saya nak beritahu sedangkan kita ini bukan lah para ustaz" -saya mendengar dengan penuh empati.Memahami bahawa sahabat saya sedang melalui dugaan untuk mematangkan fikiran beliau dalam memantapkan seni dakwah.

Mengalah sebelum dikalahkan?Sentiasa berfikir positif dalam merencana misi dakwah.Akhi cuba memberi kata-kata semangat kepada beliau.

Wahai sahabat,

Kita masih ada ALLAH.

Jangan bersedih : Kerana anda masih memiliki doa,anda boleh bersimpuh di hadapan ALLAH,memohon diberikan taufiq dan ketenangan hati dan emosi.Anda juga masih memiliki waktu sepertiga malam terakhir sebagai waktu mustajab dan masih memiliki waktu untuk menyerahkan segalanya kepada ALLAH dalam sujud.Anda masih mempunyai masa:
Oleh itu sebagai renungan..anda perlu yakin  untuk berdakwah.Jika tidak anda siapa lagi?

Dengan mengandaikan seorang da’ie (pendakwah) hanya mampu mendakwah 2 orang mad’u (sasaran dakwah) sehingga berjaya dalam masa setahun, maka di tahun kedua akan akan berlaku 3 orang daie mendakwah 6 orang mad’u. Tahun ketiga pula 9 orang daie mendakwah 18 orang mad’u. Tahun keempat pula 27 orang daie mendakwah 54 orang mad’u. Tahun kelima pula 81 orang daie mendakwah 162 orang mad’u. Tahun keenam pula 243 orang daie mendakwah 486 orang mad’u. Tahun ketujuh pula 729 orang daie mendakwah 1458 orang mad’u. Tahun kelapan pula 2187 orang daie mendakwah 4374 orang mad’u. Tahun kesembilan pula 6561 orang daie mendakwah 13122 orang mad’u. Tahun kesepuluh pula 19683 orang daie mendakwah 39366 orang mad’u. Begitulah seterusnya.

Pada tahun kelima belas bilangan daie mencapai jumlah 4,782,969 orang dengan mad’u seramai 9,566,938 orang. Pada tahun ketujuh belas kita memiliki 43,046,721 orang daie. Ini bermakna seluruh penduduk Malaysia berada di peringkat daie dan tiada seorang pun yang menjadi mad’u.


Sekiranya kita mengandaikan seorang daie mampu mendakwah 3 orang mad’u sahaja dalam masa setahun sehingga berjaya, maka di tahun kelima kita mempunyai 256 orang daie dan 765 orang mad’u. Pada tahun kesepuluh pula bilangan daie meningkat kepada 262,144 dan mad’u pula seramai 786,432 orang. Pada tahun keempat belas kita memiliki 67,108,864 orang daie.

Bayangkanlah betapa berkesannya dakwah apabila ia dilakukan dengan bersungguh-sungguh dan penuh keikhlasan. Hanya 2 atau 3 orang setahun! Soalnya, kita buat ke tidak?

Ustaz Hazmi Dibok  memetik Firman Allah s.w.t. yang bermaksud : "...akan tetapi, jadilah kamu golongan Rabbani, lantaran kamu selalu mengajar Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya" [Aali Imran : 79]


Semoga pencerahan dakwah yang telah dilakukan oleh al-Fadhil Ustaz dapat membantu para daie di luar sana.

InsyaALLAH anda mampu mengubahnya!






Khamis, 1 April 2010

MOTIVASI CUCI HATI : ALLAH MAHA PENERIMA TAUBAT

Marilah menjadi soleh dan solehah...perkara yang lepas usah dikenang kerana ALLAH amat sayang akan hambaNya yang memohon keampunan kepadaNya.Mintalah padaNya kekuatan hati kerana matlamat kita menuju Illahi..

Allahurabbi,
Dosa-dosaku kelihatan terlalu besar buat diriku, tetapi setelah kubandingkan dengan keampunan-Mu, ternyata keampunan-Mu jauh lebih besar…’ Imam asy-Syafe’i sebelum pulang ke rahmatuLlah sempat menukilkan sebuah puisi yang antara lain itu.Bait-bait indah tersebut tentunya lahir daripada rasa hamba dan rasa cinta juga rasa keyakinan yang mendalam terhadap sifat-sifat dan nama-nama mulia Allah; at-Tawwab (Maha Penerima Taubat), al-Ghafur (Maha Pengampun) dan ar-Rahim (Maha Penyayang).

Sifat-sifat dan nama-nama tersebut tergambar dengan cukup jelas dalam maksud wasiat-wasiat rabbani seperti berikut:"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal soleh, kemudian tetap di jalan yang benar". (Thaha : 82)

"Katakanlah wahai hamba-hamba-Ku yang berlebih-lebihan terhadap dirinya (lazim berbuat dosa), janganlah kamu berputus asa daripada rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az-Zumar: 53).

“Tidakkah mereka tahu bahawa Allah menerima taubat daripada hamba-Nya dan menerima beberapa sedekah ? Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (at-Taubah: 104)

"Sesungguhnya Tuhanmu memberi ampunan bagi manusia atas kezalimannya, dan

sesungguhnya Tuhanmu amat keras siksanya." (Ar-Ra’ad: 6). "Barangsiapa yang bertaubat sesudah melakukan kezaliman dan berbuat kebajikan, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al-Maidah: 39).

“Diriwayatkan daripada Umar bin al-Khattab r.a., berkata bahawa beberapa orang tawanan dihadapkan kepada Rasulullah s.a.w. Seorang wanita di antara tawanan itu mencari-cari, ketika dia menemukan seorang anak (bayi) di antara para tawanan itu, dia ambil dan dia dakapkan keperutnya untuk disusui. Melihat keadaan itu, Rasulullah s.a.w. bersabda kepada kami (para sahabat), ‘Adakah kalian berpendapat wanita ini sampai hati melemparkan anaknya ke dalam api ?’ Kami menjawab, ‘Tidak, demi Allah, sedangkan dia mampu untuk tidak melemparkannya.’ Rasulullah s.a.w. bersabda, ‘Sungguh, Allah lebih menyayangi para hamba-Nya, berbanding wanita tersebut terhadap anaknya.” (HR Muslim)

Mungkin kisah dalam hadith di atas terdapat sedikit persamaan dengan sebuah kisah yang diceritakan oleh Sheikh Muhammad Soleh al-Munajjid yang diringkaskan seperti berikut:

‘Dikisahkan terdapat seorang lelaki pada zaman dahulu sewaktu melewati sebuah lorong telah ternampak sebuah rumah yang terbuka pintunya. Tiba-tiba seorang perempuan mengheret keluar seorang anak kecil yang sedang menangis sambil merayu-rayu. Perempuan tersebut membiarkan anak kecil itu di luar rumah, lalu menutup pintu. Kanak-kanak tadi kemudiannya berlalu pergi. Dia berhenti, melihat sekeliling, mencari tempat untuk berteduh tapi tak siapa peduli sebagaimana emaknya sendiri. Akhirnya, dia kembali ke rumah, bagaimanapun pintu rumah masih terkatup kunci. Dia duduk di bendul pintu sambil meletakkan pipinya di bidai pintu sedang pipinya berbekas genangan air mata. Tiba-tiba pintu terbuka. Emaknya tidak dapat mengawal perasaan apabila melihatkan hal keadaan anak kecilnya itu. Perempuan itu membongkok lantas mendakap erat lalu mencium anak lelaki itu. Ujar perempuan itu sambil menangis: ‘Oh anak ibu! Anak kesayangan ibu! Buah hatiku ibu! Ke manakah engkau? Bukankah telah ibu kata jangan degil? Dengar cakap ibu. Jangan paksa ibu hukum kau. Ibu benci menghukum engkau.’ Kemudian, perempuan itu membawa masuk anak kecilnya ke dalam rumah.’

Menurut Sheikh Muhammad Soleh al-Munajjid: ‘Nabi s.a.w. pernah bersabda: ‘Allah mengasihi makhluk-Nya lebih daripada seorang perempuan kasihkan anaknya.’ Menurut beliau lagi, terlalu jauh perbandingan antara kasih ibu dan anak dengan kasih Allah dan makhluknya. Allah ‘azzawajalla amat mengalu-alukan penyesalan dan taubat daripada hamba-Nya. Allah ‘azzawajalla juga bukan sekadar menerima taubat bahkan menerima taubat yang berulang-ulang kali berdasarkan sebuah hadith sahih (HR Muslim). Dalam
riwayat tersebut, 'Abdul al-A'la menyebutkan bahawa dia tidak pasti Nabi (s.a.w.) telah menyebutkan tiga atau empat kali atau berapa banyak kali yang engkau suka. Ternyata ‘kebaikan’ Allah sering dilupakan oleh manusia. Begitu juga dengan sifat ‘cinta’ dan ‘penyayang’ Allah sering dialpakan oleh manusia yang telah terlalu banyak lagi rakus mengecap pelbagai nikmat daripada-Nya sebagaimana yang cuba dirakamkan dalam puisi berikut:



Aku yang berlari

Engkau Yang Maha Tidak Memungkiri Janji

pernah berjanji:

kalau engkau datang berjalan

Aku datang dengan berlari

Tapi, bila Engkau datang dengan berjalan

aku berlari sekuat hati melarikan diri



"Engkau memanggilku, tapi aku berpaling dari-Mu,

Engkau tampakkan kasih sayang-Mu padaku, tapi aku tampakkan kebencian

(terhadap yang aku tak suka) pada-Mu

Engkau menyayangiku, tetapi aku tidak mempedulikan-Mu seakan-akan aku lebih

tinggi daripada-Mu

Namun, sikapku itu tidak mencegah-Mu

untuk melimpahkan Rahmat dan Kebaikan-Mu padaku."

(Syeikh al-Ashifi dalam Bihar al-Anwar)



Ikatlah ilmu dengan menulisnya..۩